Story: Bapak, Aku, dan Pameran Buku | Ramadhan Bersama Bapak! | Cerita Ramadhan

Story: Bapak, Aku, dan Pameran Buku | Ramadhan Bersama Bapak! | Cerita Ramadhan


Estimasi waktu membaca: 
00:14:00 (empat belas menit)

Sambil menunggu waktu berbuka, aku sudah selesai membuat ta'jil untukku. Tidak rumit, hanya teh hangat kental, yang agak pahit dan berwarna kecoklatan. Persis seperti teh hangat kesukaan bapak, yang akan diminum saat masih hangat dan mengepulkan uap. Diseruput sambil mendengarkan adzan maghrib yang berkumandang, tak jauh dari rumah.

Kali ini ingatanku melayang ke masa aku SMP. Masa yang cukup kabur untuk diingat kembali. Tapi masih terpatri beberapa kenangan manis. Kenangan yang agaknya tak akan pernah memudar oleh waktu. Kenangan itu saat bapak tiba-tiba mengajakku ke pameran buku.

"Pur!!! Pur!" Seru Bapak dari depan rumah. Saat itu aku sedang bermain masak-masakan dengan Della dan Tata.

Aku memiliki kebiasaan kabur saat tidur siang, tapi area kaburku tidak terlalu jauh, hanya berjarak dua hingga empat rumah dari rumahku. Biasanya bila ibu yang menemukanku sedang asyik bermain seperti ini, pasti aku akan digelandang sambil diomeli habis-habisan. Tapi namanya anak bandel, aku selalu saja sukses menyelusup keluar rumah.

"Apa Pak?" Tanyaku sambil berlari tunggang langgang. Takut kena omel bapak yamg baru saja pulang.

"Cepat mandi sana!" Titah Bapak sambil mengacungkan telunjuknya ke dalam rumah. Melihat aku yang masih berdiam diri sambil melongo, yaa sambil melongo tentu saja.

Saat itu matahari sedang panas-panasnya membakar ubun-ubun. Dan tidak wajar juga mandi pukul setengah dua siang. Apalagi ini hari jumat, yang artinya aku tidak memiliki jadwal mengaji sore di TPQ Baitul Muttaqim. Ataupun jadwal mengaji di rumah haji Mujid, karena di sana mengaji dimulai setelah sholat isya' dan libur setiap jumat. Jadi kenapa Bapak tiba-tiba menyuruhku mandi?

"Kan ngajinya libur Pak?" Balasku sambil setengah bertanya, antara ragu dan yakin, bila hari ini memang hari libur.

"Bukan, Bapak mau ajak kamu ke pameran buku." Jawab Bapak sambil melenggang ke dalam rumah. Dan disambut Ibu, yang meskipun sibuk membuat pesanan, selalu siap menyambut bapak.

"Wah! Pinternya sudah kabur saja." Ketus Ibu yang melihatku berjalan mengekor Bapak.

"Sudahlah Bu, Nggak apa-apa. Lagian Bapak mau ajak Puri ke pameran buku." Balas Bapak membelaku, "udah sana cepet mandi, baumu asem gitu." Imbuh Bapak yang segera kulaksanakan sambil berlari ke belakang.

"Biasa deh... belain terus. Puri itu harus tidur. Inikan demi kebaikannya juga." Sembur Ibu, yang segera berjalan ke dapur untuk melanjutkan membuat pesanan.

Bapak yang melihat ibu uring-uringan, hanya bisa menggelengkan kepala. Ingin menimpali lagi, tapi nanti malah berdebat tak ada ujungnya dengan ibu. Jadi bapak memilih mengalah. Dan segera menuju ke belakang untuk bebersih juga.

"Bu... pameran buku itu apa?" Tanyaku setelah selesai berdandan. Mengenakan kaos favorit terbaikku, jaket kumal kesukaanku, dan celana jeans dengan model hits pada masanya.

Ibu dibantu Mbak Ani dan Bu Romi, sedang menekuni membuat beberapa pesanan jajanan. Lalu ibu menatapku, sambil menyelidik tampilanku. Dan ibu kembali menekuni kegiatannya kembali. Artinya tampilanku aman, tidak ada yang aneh-aneh. Fyuh!

"Isinya orang jualan buku-buku. Ada yang harganya murah sampai murah banget. Ada orang jualan lainnya juga. Dan ada beberapa lomba, kayaknya sih gitu. Ibu juga sudah lama nggak pergi ke pameran." Balas ibu sambil mengenang sebentar. Lalu kembali fokus pada jajanannya.

"Puri, boleh nggak Mbak Ani titip beli novel?" Timpal Mbak Ani, sebenarnya masih kerabat, tapi bila dirunut sangat jauh sekali. Hanya karena Mbak Ani tinggal dekat Ibu, makanya Ibu dan Mbak Ani terlihat seperti kakak-adik.

"Boleh Mbak, novel apa sih Mbak?" Tanyaku antusias. Aku sering meminjam novel-novel koleksi Mbak Ani, ketika main ke rumahnya. Jadi membelikan titipan Mbak Ani, tentu saja bukan hal yang sulit, mengingat bila novel itu boleh aku pinjam.

Mbak Ani langsung bergegas mencuci tangan, dan mengambil dompet di tasnya. "Mbak, pesan novel 'Spring in London' yaa karangan Ilana Tan. Ilana Tan. Mbak lagi sibuk jadi belum bisa ke toko buku. Ini uangnya, nanti kembaliannya buat kamu saja yaa." Ucap Mbak Ani penuh rona kebahagiaan. Sambil menyerahkan uangnya dan kubalas dengan anggukan mantap.

"Jangan jajan lho ya! Jajan boleh kalau sudah saatnya. Ingat, kamu itu lagi puasa. Jangan pakai alasan khilaf." Titah Ibu, sambil masih memfokuskan diri dengan jajanan yang ada di tangannya.

Kubalas titah Ibu dengan anggukan mantap sambil menghormat khas tentara, "siap Ibu!" Lalu keluar rumah, mengejar bapak yang sudah siap dengan motornya. "Pergi dulu yaaa Bu! Assalammualaikum!" Pekikku sambil Bapak melajukan motornya.


"Wahhhhh... ramai sekali yaa Pak!" Seruku super heboh. Benar kata Ibu, walaupun puasa, ada beberapa stan makanan dan minuman yang ramai. Pantas saja, di sini aroma puasa tidak terlihat. Memang bisa berbahaya sih, bisa mengundang khilaf. 

Kami menyusuri setiap stan yang ada di luar. Aku memandang berkeliling. Melihat apa yang bisa kulihat. Dan kulihat ada panggung megah, yang MC-nya sedang berceloteh ria. Sambil sesekali berinteraksi dengan pengunjung lainnya.

Aku senang sekali, berkeliling ke setiap stan buku sambil mengamati buku-buku yang dipajang. Orang ramai berjubalan di setiap stan. Ada banyak komik, dan buku cerita bergambar lainnya. Pengalaman ini sangat menyenangkan. Aku dan Bapak, berpindah dari stan satu ke stan yang lain. Bapak mengamati setiap buku dengan seksama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Yah, kalau tidak segera akan kena dorong pengunjung yang lain.

"Bapak mau beli buku apa sih? Mbak Ani pesan novel Spring in London." Ujarku merasa lelah, setelah berkeliling ke sana kemari. 

"Nah, Bapak lagi cari buku otomotif. Sekalian mau cariin kamu buku. Kamu suka buku apa?" Tanya Bapak sambil menuntunku keluar dari stan, dan menuju ke tepi arena. "Bapak lihat kamu sering pinjam bukunya Mbak Ani." Imbuh Bapak lagi.

"Ohhh... aku suka apa saja kok Pak. Novel suka, buku-buku dongeng suka, buku cerita bergambar juga suka. Asal jangan buku pelajaran yaa Pak. Ampun kalau yang satu itu." Balasku mulai bersemangat. Tentunya memiliki buku cerita dengan buku paket pelajaran kan rasa bahagianya berbeda. Aku sering melihat Mbak Ani memandangi penuh kebahagiaan pada buku-bukunya yang di pajang pada rak mungil dan dihias cantik.

Buku yang selama ini kukumpulkan hanyalah seri cerita pendek setan Indonesia, yang memiliki ukuran selebar buku saku pramuka. Dengan halaman yang jumlahnya tidak sampai dua puluh halaman. Tipis, kecil, dan mudah rusak. Dan tidak bisa dipajang. Jadi beberapa seringnya hilang, ada yang dipinjam temanku dan tidak dikembalikan. Atau entah menghilang kemana.

"Yaudah kita cari buku pesanan Mbak Ani dulu saja. Nanti baru cari buku kesukaanmu ya." Ujar Bapak yang langsung memutuskan memasuki arena pergulatan antar sesama pengujung. "Novel pesanan Mbak Ani tuh novel populer, jadi kayaknya di sana ada." Imbuh Bapak sambil menunjuk salah satu stan, yang dari tadi belum kami masuki.

Wahh... di stan ini ada banyak buku yang harganya murah meriah. Novel-novel dengan harga super murah. Ini seperti surga. Aku memutuskan untuk mencari novel yang kira-kira menarik minatku.

"Yuk... Bapak sudah dapat pesanan Mbak Ani." Ucap Bapak mengagetkanku. 

"Coba lihat Pak." Ujarku semangat, dan mengambil plastik putih. "Eh ada buku resep masakan dan menjahit? Buat Ibu?" Tanyaku sambil menatap ketiga buku tersebut dengan penuh perasaan takjub. Bapak membalas sambil menggandeng tanganku. 

Bapak memutuskan untuk berhenti ke salah satu stan remaja. Terlihat dari koleksi yang dipajang. Kemudian Bapak sibuk memilih-milih. Aku juga sibuk mengamati setiap cover koleksi. Semuanya indah dan cantik.

Lalu Bapak menyerahkan bungkusan plastik lainnya, yang ukurannya lumayan besar dari plastik yang kubawa. Tanpa menunggu lama, aku langsung melihat buku-buku apa saja yang Bapak belikan.

Kulihat ada lima buku, dan satu diantaranya memiliki ukuran lebih lebar dibanding yang lain. Majalah. "Oh majalah." Pekikku girang. Seumur-umur aku belum pernah memiliki majalah sendiri. Aku selalu meminjam majalah milik Bu Romi, itupun isinya hanya produk-produk yang dijual Bu Romi pada ibu-ibu.

Ada satu novel petualangan, terlihat dari covernya. Ada buku dongeng bergambar dewa Yunani. Ada majalah bersampul Justin Bieber dengan jaket tebal, topi, dan sepatu sneaker sedang mengendarai sepeda ukuran kecil. Dan ada satu buku catatan dengan sampul lucu dan imut. Oke, ternyata bapak cukup jeli pada hal-hal seperti ini.

"Suka?" Tanya Bapak setelah beberapa saat.

Aku mengangguk sambil masih menatap tak percaya buku-buku tersebut. "Ya!" Jawabku yakin.

Lalu Bapak kembali menggandengku dan menelusuri stan lainnya. Di stan ini, buku-bukunya ditumpuk dengan serampangan. Namun memang memiliki harga yang super gila murahnya. Dan Bapak memutuskan untuk masuk ke stan tersebut.

Setelahnya Bapak kembali dengan membawa kardus kecil. Dengan senyum riang, bapak berjalan ke arahku. Kulihat Bapak mulai lelah. Iya juga sih. Kita sudah memutari dan memasuki setiap stan. Dan sekarang sudah hampir maghrib. Stan mulai sepi, banyak pengunjungnya mengantri ke stan jajanan dan minuman. 

"Mau beli minum? Atau jajan?" Tawar Bapak ketika kita sudah keluar dari arena pameran.

Aku kaget bukan kepalang. Memang sangat melelahkan. Tungkai kaki serasa lemas dan hampir-hampir seperti jeli, karena sudah tidak kuat menyangga beban tubuh. Tapi untung di kedua tanganku, aku menggengam buku-buku. Menjadi semacam penyemangat. Tapi, masak bapak menawarkan makanan dan minuman sih? Kalau ibu marah gimana? Mana ini sudah mendekati waktu berbuka lagi.

"Pak, tapi kalau ibu marah?" Tanyaku antara ingin dan takut. 

"Nggak dimakan sekarang kok Pur, nanti dibawa ke rumah." Balas Bapak geli, melihat kilatan nakal keinginanku.

"Ohhh..." Jawabku bergumam. "Nggak deh Pak, lagian tadi ibu bilang mau bikin es kopyor, bongko roti, dan pisang goreng. Bisa kena amuk kita Pak, kalau sampai nggak menghabiskan ta'jil bikinan ibu, hehehe." Balasku sambil nyengir. Terlatih untuk menghindari peperangan dengan ibu. Dan Bapak ikut tertawa sambil manggut-manggut tanda setuju.

Lalu kami memutuskan untuk pulang. Sebelum akhirnya nanti ke-maghriban di jalan. 

"Assalammualaikum." Pekikku sambil melepas sandal gunungku. Dan segera sungkem pada ibu.

"Waalaikumsalam." Balas Ibu, sudah mandi dan berganti pakaian. Terlihat lebih segar.

Ketika kami memasuki rumah, adzan maghrib pun berkumandang. Serentak, aku, bapak, ibu, dan Mbak Ani mengucap hamdallah, dan segera menuju ruang makan. Aku dan Bapak menyempatkan diri untuk bebersih di belakang terlebih dahulu.

Lalu ketika berbuka, ibu menyempatkan menanyakan apa saja yang kami beli, hingga membawa kardus. Dan Bapak dan aku terlihat begitu kelelahan.

Bapak menjelaskan belanjaan apa saja yang dibelinya. Dan total uang yang dikeluarkan bapak untuk membeli buku-buku tersebut.

"Jadi kamu nggak minta bapak beliin jajan? Aduh Pak... kok bisa sih anaknya diajak muter-muter, tapi nggak dibeliin jajanan." Omel Ibu pada Bapak.

Aku dan Bapak saling menatap sambil mengedipkan sebelah mata dan tersenyum geli. Ibu memang sulit ditebak. Dan seperti itulah bapak dan ibu.


Adzan maghrib pun akhirnya berkumandang, dan segera menyudahi salah satu kenangan masa SMP, yang begitu menyenangkan.

Terima kasih Bapak dan Ibu, yang mengajarkanku banyak hal dan selalu mendampingi di saat susah dan senang. Maaf, karena saat ini aku belum bisa pulang, dan tidak bisa memohon maaf secara langsung. 

Semoga secepatnya aku bisa pulang. Aku berjanji tidak akan pernah menunda kepulanganku lagi. Keluarga adalah segalanya. Tempat terbaik untuk berbagi kisah-kisah yang telah dilalui. Terima kasih Bapak dan Ibu, sudah sabar membimbingku, hingga saat ini. Terima kasih. 

*telepon berdering*

📞 Bapak Calling ...



THE END



Baca juga kisah pencarian jodoh Sonna yang disembunyikan Tuhan! Di Satria Untuk Sonna: dan Petualangan Pencarian Jodoh yang Disembunyikan Tuhan.

Ikuti kisah Ramadhan Bersama Bapak! Selama bulan ramadhan, rilis setiap hari Senin pukul 16.00 WIB.



Menu Story
Rilis setiap senin pukul 16.00 WIB!
Selamat membaca!



Presented by


Komentar

KAMI BERHAK UNTUK:

Menghapus komentar yang tidak mendidik, merendahkan atau menistakan suatu golongan, serta pertimbangan kenyamanan publik lainnya. Kami harap setiap komentar yang muncul di blog ini ramah untuk dibaca pengguna di segala rentang usia. Mohon cerdas dalam berkomentar.