Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) Satria Untuk Sonna
Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) | Satria Untuk Sonna
BAB 1 (Kekacauan Pikiran)
Saat
aku seperti merasa sedang berada di persimpangan jalan yang sangat besar
dan luas. Hingga aku tidak tahu, harus kemanakah kakiku melangkah. Tujuanku
seolah menjadi kabur dan buram, seiring semakin lama aku berdiri di persimpangan
tersebut.
Hidup memang tentang pilihan-pilihan yang kita ambil. Namun saat ini,
aku benar-benar merasa tidak memiliki pilihan yang pasti, pilihan yang aman,
dan pilihan yang terbaik dari yang terburuk.
Kenapa
harus memilih? Kenapa tidak ada petunjuk yang pasti dan jelas saja? Ini tidak
adil, kenapa aku harus berada di persimpangan ini?
Semakin
aku pikirkan, persimpangan terus bertambah luas dan besar. Tidak terlihat lagi ujung
dari setiap pilihan dari persimpangan tersebut. Semakin kelam dan kelabu langit
yang berada di menaungiku. Seolah langit saja tidak rela memberikan sedikit
bantuannya, dengan menerangi salah satu jalan dari persimpangan tersebut.
“Huuuf...
pelanggan menjadi semakin tidak terkontrol. Mereka menyerocos sepanjang
pembicaraan. Benar-benar melelahkan.” Ujar Mia, sambil menambah air mineral ke
botol minumnya.
Reti
yang sedang asyik menyantap mie instannya, ikut memberinya semangat sambil
mengepalkan tangannya. Dengan mulut penuh mie goreng yang tinggal sedikit.
“Sabar Kak, sebentar lagi sudah waktunya pergantian shift. Semangattt!!!” Imbuh Reti setelah menelan mie-nya dengan
paksa.
“Iya
sih, mana lagi butuh banget uang. Aduh tapi telingaku rasanya sangat panas,
setiap kali mereka mengeluh hal-hal yang sebenarnya dapat di tangani dengan
kepala dan hati yang dingin.” Timpal Mia lagi, dan langsung menenggak
banyak-banyak air mineral dingin yang baru diambilnya.
Aku
yang tak sengaja lewat di antara mereka, menjadi tak enak dan risi sendiri. Ya,
karena hari ini aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Keputusan yang tentunya
tidak mudah, karena aku sudah bekerja selama kurang lebih enam tahun di sini.
Walaupun dengan teman-teman yang terus berganti-ganti sepanjang tahun. Namun, mereka
ini teman-teman yang sudah cukup lama bertahan, dan teman berbagi suka dan
duka.
“Hei
Son! Habis rapat yah?” Sapa Mia yang ditimpali anggukan Reti.
Aku
baru saja keluar dari ruangan head
supervisor. Alias penanggungjawab para supervisor, termasuk aku, Mia, dan
Reti. Aku bukannya sedang rapat atau membahas hal-hal terkait dengan call center. Tapi aku baru saja
mengundurkan diri. Dan minggu ini adalah minggu terakhirku bekerja. Batinku.
Uhh... andai saja aku bisa mengucapkannya kepada mereka saat ini juga. Tapi
tidak mungkin, Mia sedang dirundung masalah karena beberapa anaknya izin sakit, maksudku para agent di bawah bimbingan Mia.
Lalu Reti sendiri sedang pusing tujuh keliling terkait beberapa masalah yang
ditimbulkan oleh anak-anaknya, para agent di bawah bimbingan Reti.
“Hei!
Iya seperti biasa. Kerja! Kerja! Kerja!” Ucapku lalu masuk ke ruang para agent sedang menerima atau mendapatkan panggilan
telepon.
Ketika masalah-masalah yang mengimpitmu sudah sampai pada titik yang
sangat menyesakan dadamu, lebih baik tenggelamkan dirimu pada pekerjaanmu. Waktu
pergantian shift kurang dua jam lagi,
lebih baik terjun bebas pada pekerjaan yang tinggal beberapa hari lagi aku
tinggalkan.
Rilis setiap minggu kedua dan keempat!
Selamat membaca!
Komentar
Posting Komentar