Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) Satria Untuk Sonna

Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) | Satria Untuk Sonna

BAB 1 (Kekacauan Pikiran)


Estimasi waktu membaca: 
00:04:00 (empat menit)

Saat aku seperti merasa sedang berada di persimpangan jalan yang sangat besar dan luas. Hingga aku tidak tahu, harus kemanakah kakiku melangkah. Tujuanku seolah menjadi kabur dan buram, seiring semakin lama aku berdiri di persimpangan tersebut. 

Hidup memang tentang pilihan-pilihan yang kita ambil. Namun saat ini, aku benar-benar merasa tidak memiliki pilihan yang pasti, pilihan yang aman, dan pilihan yang terbaik dari yang terburuk.

Kenapa harus memilih? Kenapa tidak ada petunjuk yang pasti dan jelas saja? Ini tidak adil, kenapa aku harus berada di persimpangan ini?

Semakin aku pikirkan, persimpangan terus bertambah luas dan besar. Tidak terlihat lagi ujung dari setiap pilihan dari persimpangan tersebut. Semakin kelam dan kelabu langit yang berada di menaungiku. Seolah langit saja tidak rela memberikan sedikit bantuannya, dengan menerangi salah satu jalan dari persimpangan tersebut.

“Huuuf... pelanggan menjadi semakin tidak terkontrol. Mereka menyerocos sepanjang pembicaraan. Benar-benar melelahkan.” Ujar Mia, sambil menambah air mineral ke botol minumnya.

Reti yang sedang asyik menyantap mie instannya, ikut memberinya semangat sambil mengepalkan tangannya. Dengan mulut penuh mie goreng yang tinggal sedikit. “Sabar Kak, sebentar lagi sudah waktunya pergantian shift. Semangattt!!!” Imbuh Reti setelah menelan mie-nya dengan paksa.

“Iya sih, mana lagi butuh banget uang. Aduh tapi telingaku rasanya sangat panas, setiap kali mereka mengeluh hal-hal yang sebenarnya dapat di tangani dengan kepala dan hati yang dingin.” Timpal Mia lagi, dan langsung menenggak banyak-banyak air mineral dingin yang baru diambilnya.

Aku yang tak sengaja lewat di antara mereka, menjadi tak enak dan risi sendiri. Ya, karena hari ini aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Keputusan yang tentunya tidak mudah, karena aku sudah bekerja selama kurang lebih enam tahun di sini. Walaupun dengan teman-teman yang terus berganti-ganti sepanjang tahun. Namun, mereka ini teman-teman yang sudah cukup lama bertahan, dan teman berbagi suka dan duka.

“Hei Son! Habis rapat yah?” Sapa Mia yang ditimpali anggukan Reti.

Aku baru saja keluar dari ruangan head supervisor. Alias penanggungjawab para supervisor, termasuk aku, Mia, dan Reti. Aku bukannya sedang rapat atau membahas hal-hal terkait dengan call center. Tapi aku baru saja mengundurkan diri. Dan minggu ini adalah minggu terakhirku bekerja. Batinku. Uhh... andai saja aku bisa mengucapkannya kepada mereka saat ini juga. Tapi tidak mungkin, Mia sedang dirundung masalah karena beberapa anaknya izin sakit, maksudku para agent di bawah bimbingan Mia. Lalu Reti sendiri sedang pusing tujuh keliling terkait beberapa masalah yang ditimbulkan oleh anak-anaknya, para agent di bawah bimbingan Reti.

“Hei! Iya seperti biasa. Kerja! Kerja! Kerja!” Ucapku lalu masuk ke ruang para agent sedang menerima atau mendapatkan panggilan telepon. 

Ketika masalah-masalah yang mengimpitmu sudah sampai pada titik yang sangat menyesakan dadamu, lebih baik tenggelamkan dirimu pada pekerjaanmu. Waktu pergantian shift kurang dua jam lagi, lebih baik terjun bebas pada pekerjaan yang tinggal beberapa hari lagi aku tinggalkan.



Rilis setiap minggu kedua dan keempat!
Selamat membaca!



Presented by


Komentar

KAMI BERHAK UNTUK:

Menghapus komentar yang tidak mendidik, merendahkan atau menistakan suatu golongan, serta pertimbangan kenyamanan publik lainnya. Kami harap setiap komentar yang muncul di blog ini ramah untuk dibaca pengguna di segala rentang usia. Mohon cerdas dalam berkomentar.