Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) | Satria Untuk Sonna #2 BAB 1 (Kekacauan Pikiran)


Story: BAB 1 (Kekacauan Pikiran) | Satria Untuk Sonna #2


BAB 1 (Kekacauan Pikiran)



Estimasi waktu membaca: 
00:04:00 (empat menit)


Bagaimana masalah pernikahan dan cucu bisa dengan sembarangan masuk ke ranah kehidupanku yang selama ini tenang dan damai. Kenapa harus mengungkit masalah yang tidak ingin kubahas sih. Semuanya berawal sejak kedua orangtuaku memutuskan untuk “jalan-jalan” ke kosanku. Minggu lalu.

Kedua orangtuaku memang sudah tua, namun mereka masih mampu untuk jalan-jalan ke beberapa kota terdekat. Dan Semarang menjadi salah satu destinasi jalan-jalan mereka kali ini. Sebenarnya hal ini merupakan sesuatu yang aneh, karena mereka memutuskan jalan-jalan tanpa mengajak kedua adikku. Dan bukan di hari libur sekolah. Tentu saja, dua adikku itu sedang sekolah pastinya saat ini. Ya, aku cukup peka terkait hal-hal seperti ini.

“Son, kami sedang menuju kosanmu nih, kamu mau titip apa?” Tanya Ibu langsung, ketika sambungan telepon itu kubalas. “Kami sedang jalan-jalan, dan kebetulan dekat dengan kosanmu.” Imbuh Ibu lagi dengan suara yang super duper ceria.

“APA BU?!” Balasku yang kaget bukan kepalang. “Tapi bukannya Kiko dan Amel hari ini sekolah? Kok bisa ada acara jalan-jalan?” Tanyaku memastikan pendengaranku, siapa tahu bermasalahkan?

Aku mendengar sayup-sayup tawa rendah kedua orangtuaku. Aku yakin mereka sedang mengerjaiku. Tapi aku juga bisa mendengar suara kendaraan bermotor lainnya, dan warna-warni klakson. Ada apa ini?

Lalu tidak berselang lama, mereka sudah sampai di depan kos, dan sejenak bertegur sapa dengan pemilik kos. Abah Imoo. Dan kulihat Umi Yati, sibuk di dapur. Menyiapkan camilan dan minuman untuk kedua orangtuaku, pasti. Kos Mekar Melati ini memiliki konsep kekeluargaan yang sangat kuat. Jadi tidak heran bila kedua orangtuaku disambut layaknya saudara jauh yang datang berkunjung.

Saat ini aku tidak memutuskan untuk menjemput mereka, karena sedang sibuk membersihkan kosanku, yang mirip kapal pecal, bila kupinjam istilah Ibuku, yang terus bertahan dari aku kecil hingga aku sudah berumur nyaris tiga puluh tahun.

“Son... orangtuamu datang yah? Asyiknya, pasti mau jalan-jalan.” Ujar Irah ketika sedang sibuk memasak, yang hanya kubalas dengan senyuman.

Aduh, mati aku. Pasti ada hal penting deh. Kiko dan Amelda tidak terlihat, tandanya mereka tidak ikutan kan? Hmm... ada pembicaraan penting apa ini? Batinku terus bersuara, seiring aku yang sibuk dengan segala hal yang membuat kamar mungilku berantakan.

Ketika aku mendengar langkah kaki mereka. Ya, aku dapat mengetahui kehadiaran mereka hanya dari mendengarkan langkah suara kaki. Jangan tanya bagaimana aku bisa tahu. Pokoknya aku bukan cenayang dan kemampuan mendengarkan langkah kaki juga bukan termasuk dalam ilmu magis atau gaib. Sepertinya ilmu ini, bila mendengarkan suara langkah kaki dapat dikategorikan sebagai ilmu. Aku dapatkan selama aku tinggal di kosan. Aku dapat membedakan langkah-langkah suara kaki. Dan suara-suara motor yang diparkir di bawah. Aku dapat membedakan, yang mana suara motor Abah, Irah, Tante Atin, hingga suara motor JMT, kurir paketan. Cukup ahli bukan?

Ikuti juga cerita ramadhan untuk menemani waktu berbuka! Di Ramadhan Bersama Bapak!

Ramadhan Bersama Bapak!



Rilis setiap minggu kedua dan keempat!
Selamat membaca!



Presented by

Komentar

KAMI BERHAK UNTUK:

Menghapus komentar yang tidak mendidik, merendahkan atau menistakan suatu golongan, serta pertimbangan kenyamanan publik lainnya. Kami harap setiap komentar yang muncul di blog ini ramah untuk dibaca pengguna di segala rentang usia. Mohon cerdas dalam berkomentar.