Light Research: Kemana Harus Mencari Kebahagiaan? | Ngupi tangasem | Journal Creative World
Light Research: Kemana Harus Mencari Kebahagiaan? | Ngupi Tangasem | Journal Creative World
Hai hai hai!!! Kami kembali menyajikan sesuatu yang baru dari blog ini! Saatnya Menu Light Research untuk mendapatkan spotlight-nya. Setelah selama ini kami sering sekali meng-update tulisan di Menu Review atau Menu Story (maaf kalau Satria untuk Sonna, hiatusnya lama T_T tapi coming soon nih!).
Light Research dengan ngupi tangasem ini nantinya akan membahas segala hal yang seru untuk dibahas, mulai dari eksistensi diri, tujuan hidup atau mencari kebahagiaan seperti yang akan kami bahas saat ini! Akronim dari ngupi tangasem adalah ngeluarin unek-unek pikiran tentang aku dan semesta. Oke, mari kita langsung bahas saja tentang "kemana kita harus mencari kebahagiaan?".
Kemana Harus Mencari Kebahagiaan?
Definisi bahagia menurut KBBI keadaan atau perasaan senang dan tenteram, seperti terbebas dari hal-hal yang menyusahkan. Lalu, kebahagiaan menurut KBBI ialah kesenangan dan ketenteraman hidup secara lahir batin, seperti mendapatkan keberuntungan maupun kemujuran yang sifatnya lahir dan batin. Kalian menyadari tidak? Dari dua definisi yang kami kutip tersebut memiliki kata kuncinya, yaitu perasaan senang dan tenteram secara lahir dan batin.
Lalu bila kebahagiaan ialah terkait perasaan senang dan tenteram, kenapa kita sebagai makhluk hidup masih saja sibuk mencari kebahagiaan? Bukankah kebahagiaan sejatinya bersemayam pada perasaan setiap individu masing-masing?
Ada banyak sekali orang yang mengatakan sedang mencari kebahagiaan dalam hidup dengan melakukan banyak hal. Mulai dari yang positif hingga terjerumus ke dalam hal-hal negatif. Lalu apakah ketika mereka melakukan hal-hal tersebut mereka akhirnya bahagia?
Siapa sebenarnya yang menentukan kebahagiaan kita? Diri sendirikah? Tetangga dekat rumah? Tetangga satu kompleks? Teman sepermainan? Sahabat seperjuangan? Kekasih hati? Saudara? Orangtua? Seluruh keluarga besar? Tidak ada tolok ukur yang pasti ketika menentukan kebahagiaan diri sendiri atau milik orang lain, karena diri sendirilah yang paling berhak dalam menentukan kebahagiaan untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain.
Ketika mengatakan atau membahas tentang kebahagiaan, sebenarnya kita sedang membahas sesuatu yang tidak berwujud (intangible), dan sulit untuk ditentukan, yups karena memang tidak ada tolok ukurnya. Hal-hal terkait perasaan senang dan tenteram secara lahir dan batin, hanya bisa didapatkan bila diri sendiri yang telah merasakan dan menentukannya. Bukan siapapun, bukan orangtua, bukan tetangga, bukan teman, bukan sahabat, bukan pula kekasih hati maupun satu squad keluarga besar. Kuncinya ada pada diri sendiri.
Mencari Kebahagiaan
Lalu bila segala sesuatunya ditentukan oleh diri sendiri, kenapa harus membatasi kebahagiaan dengan standar yang tercipta? Seperti aku bahagia karena cantik, aku bahagia karena aku tampan, aku bahagia karena aku kaya raya, aku bahagia karena aku populer, aku bahagia karena berhasil menikah dan memiliki usaha sendiri sebelum 25tahun, aku bahagia karena aku juara kelas, dsb. Cantik, tampan, pintar, kaya raya, berhasil melakukan hal-hal sebelum tenggat waktu, dsb. Bukankah hal itu membatasi diri?
Hal-hal yang membuat diri terbatas inilah yang pada akhirnya membuat kebahagian rasanya semakin jauh saja. Ya, karena perasaan diri sendiri merasa goyah dan bingung kemana harus berpijak, ada banyak batasan yang membuat diri sendiri akhirnya merasa terkekang dan tidak dapat mensyukuri hidup. Padahal kebahagiaan terkait perasaan senang dan tenteram secara lahir batin, lalu kemanakah perasaan tersebut? Dia tidak hilang, hanya posisinya tergeser dan tergantikan oleh perasaan gelisah, yang tercipta dari pikiran yang inginnya memenuhi segala standar kehidupan.
Mencari kebahagiaan tidak perlu harus mengeluarkan banyak uang, tidak perlu menjadi terkenal, tidak perlu berusaha menjadi orang lain. Hanya satu caranya, bersyukur. Mensyukuri setiap nikmat yang didapatkan, sekecil atau seremeh apapun itu.
Seperti, bersyukur hari ini masih bisa bangun dari tidur, dan anggota tubuh tidak ada yang kurang suatu apapun, semua dapat berfungsi seperti biasanya. Bisa sarapan dengan nikmat karena seluruh indera pengecap dalam mulut berfungsi dengan baik. Bisa bernapas dengan hidung kecil, walaupun kecil bukankah yang terbaik adalah fungsi hidung itu sendiri?
Lalu, bila kebahagiaan letaknya ada dalam diri sendiri, haruskah terus mencari kebahagiaan di luar diri? Dan menggantungkan kebahagiaan pada orang lain dan standar yang tercipta? Sudah tepatkan selama ini prespektif tersebut?
Semua hanya dapat terjawab dari dialog panjang yang dapat setiap individu lakukan bersama dengan seluruh ego, pikiran-pikiran, jiwa yang bersemayam dalam diri. Dengan dialog yang dilakukan dengan diri sendiri, dapat membuat pikiran-ucapan-hati berjalan selaras dalam harmoni semesta, sinkronisasi.
Sumber referensi:
Bahagia (Def.1) (n.d) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V). Diakses melalui aplikasi KBBI V, 2 Agustus 2020
Kebahagiaan (Def.1) (n.d) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V). Diakses melalui aplikasi KBBI V, 2 Agustus 2020
Sekian dulu pembahasan terkait mencari kebahagiaan, apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan dan penjelasan yang kami lakukan, kami mohon maaf. Nantikan tulisan kami lainnya terkait Menu Light Research ¯\_(ツ) dengan pembahasan yang lebih seru dan menarik, tentunya.
Google Podcast
Spreaker
catatan: akhir-akhir ini koneksi internet kami lebih parah dari biasanya, kami mohon maaf apabila nantinya untuk postingan-postingan selanjutnya dari kami tidak bisa tepat waktu seperti biasa. Namun kami berusaha yang terbaik agar postingan dapat rilis seperti biasa :)
Komentar
Posting Komentar