Review: Majapahit: Bala Sanggarama - Langit Kresna Hariadi | Majapahit Series | Book Review Indonesia

Review: Majapahit: Bala Sanggarama - Langit Kresna Hariadi | Majapahit Series | Book Review Indonesia
Estimasi waktu membaca: 
00:10:00 (sepuluh menit)

Pada postingan kali ini, kami masih akan melanjutkan mereview novel Majapahit series, seri keduanya, Bala Sanggrama. Untuk yang belum membaca review series yang pertama, silahkan klik link di bawah ini.


Oke, langsung saja mari kita mulai mereview novel Majapahit
Series karya Langit Kresna Hariadi.

Novel Majapahit: Bala Sanggrama karya Langit Kresna Hariadi
Deskripsi Buku
Blurb
Review Buku

Sebelumnya, kami akan menginformasikan rincian lainnya dari novel berikut ini, agar memudahkan calon pembaca!

- Halaman: 655 halaman
- Dapat dibaca secara gratis di: iPusnas
- Series lainnya (yang tersedia gratis): Majapahit: Sandyakala Rajasawangsa  dan Majapahit: Banjir Bandang dari Utara (iPusnas).

Yups, sekiranya seperti itu, informasi tambahan yang kami berikan, agar dapat memberikan gambaran secara utuh kepada pembaca. 


Novel series ini sudah sering sekali kami lihat. Tentunya karena kata kunci pencarian kami tidak jauh dari Majapahit. Namun awalnya, kami tidak merasa tertarik. Tentunya setelah mengetahui, bahwa novel tersebut seri keduanya.

Lalu setelah selesai membaca seri pertamanya, kami memutuskan langsung membaca seri keduanya. Hal ini karena rasanya series pertamanya sangat tanggung, konflik dan masalah yang dimunculkan sepanjang cerita, belum terselesaikan sama sekali. Malah sedang di part yang bikin gemes. 


Selayang pandang Majapahit: Sandyakala Rajasawangsa

Di akhir cerita, penulis mengakhirinya dengan ditandai berakhir pula hubungan Gayatri dan Wirota Wiragati. Dimana pada saat berakhirnya hubungan tersebut, terjadi karena keputusan Sri Kertanegara mengangkat Raden Wijaya menjadi kumararaja (putra mahkota). Maka, sepanjang akhir cerita di series pertama ini, menyoroti Gayatri, Wirota Wiragati, dan kegalauan hati mereka.

Tapi di akhir cerita, dengan segala hints yang telah diberikan oleh penulis di sepanjang cerita, yang tentunya hal ini menggiring opini pembaca. Namun ternyata terjadi twist! Namun tidak signifikan. Yah, masih bisa di kategorikan sebagai win-win solution. 

Tapi ternyata Gayatri nggak bisa menerimanya. Padahal dia sendiri mengajak Wirota bertemu untuk mengakhiri hubungan tersebut. Lalu apa bedanya bila yang memutuskan Wirota? Bukankah intinya masih tetap sama? Sama-sama putus? (maaf pembaca terlalu larut dalam dunia mereka).


Selayang pandang selesai

Ternyata di series kedua ini, penulis masih memberikan sorotan kepada Gayatri dan Wirota Wiragati. Hal ini terlihat dari pembuka cerita, yang langsung kembali menyoroti kegalauan hati sang bala sanggrama, Wirota Wiragati.

Nah... sayangnya entah kenapa seri ini walalupun sudah mulai ada bagian actionnya. Tentunya bagian yang sangat kami tunggu dari series pertamanya. Namun cerita sangat di dominasi oleh Gayatri dan Wirota Wiragati. Series yang kami harap akan banyak mengupas Raden Wijaya, karena pada series pertamanya sosok Raden Wijaya ini belum menjadi fokus. Masih sedikit sekali mendapat sorotan (yang menurut kami harusnya mendapat banyak sorotan). 


Sosok Raden Wijaya di seri pertama, seakan berada di wilayah yang jauh dan tak tersentuh. Dimana sosok Raden Wijaya kurang memberikan pengaruh yang cukup kuat. Hal ini dikarenakan Raden Wijaya yang tidak terlalu diceritakan side story-nya. Itulah kenapa kami menganggap sosok Raden Wijaya ini ada, tapi jauh, seolah tak tersentuh.

Sehingga rasanya kami sangat berharap di seri keduanya sosok Raden Wijaya dapat lebih mendapat perhatian. Seperti penulis yang memperhatikan Gayatri dan Wirota Wiragati. Walaupun memang tidak hanya menceritakan kedua tokoh tersebut. Namun tokoh-tokoh lainnya juga.

Tapi... serius nih, kenapa setiap Gayatri bersama kakak-kakaknya, dia ini harus terlihat terlalu menonjol sih? Hingga rasanya tidak memberikan sedikitpun kesempatan sekar kedhaton lainnya. Sebenarnya hanya bagian ini yang membuat kami gemas. Kesannya Gayatri ini sudah dewasa dan matang, walaupun dia yang paling muda diantara tiga kakak lainnya. Lah terus masak sebagai kakak, ketiganya nggak memiliki sifat dominan apa-apa? Kan kami senang bila setiap tokoh memiliki side story yang kuat sesuai dengan karakter dan perannya. Sangat terlihat jomplang sekali pembagian perannya.


Hal ini karena, pada series ini penulis sangat jor-joran dalam memberikan perhatiannya pada Gayatri. Gayatri ini, Gayatri itu, Gayatri, Gayatri, dan Gayatri. Lalu tidak ada hal signifikan yang dilakukan oleh kakak-kakaknya. Mereka menari, karena yang menciptakan tarian dan ide acara adalah Gayatri, mereka menangis tetapi Gayatri tidak, mereka mengeluh tetapi Gayatri tidak, mereka manja tetapi Gayatri tidak, mereka menyukai Raden Wijaya tetapi Gayatri tidak. Ups.

Dan hal ini sangat menyedihkan, karena ketiga sosok kakaknya benar-benar tak terlihat perannya secara signifikan. Kenapaaaa Gayatri kamu bikin gemas dengan mengambil seluruh peran dan perhatian tersebut?

Oke, kami sudah cukup mengeluarkan uneg-uneg tentang Gayatri. Mari kita fokus ke bagian cerita selanjutnya.


Bagian gelut atau action di Mameling antara pasukan Gelang-gelang dan Singasari, dan pasukan inti pemberontak lainnya yang datang dari arah lain, untuk menggempur istana. Bagian ini menjadi bagian yang kami tunggu-tunggu. Dan penulis mengeksekusinya dengan baik. Penulis sukses mencampuradukkan emosi. Dimana actionnya dapat banget feel-nya. Lalu intrik yang melibatkan antar tokoh juga sip. Tarik ulurnya pas, greget, dan keren.

Penulis memberikan banyak penjelasan mistik-mistik khas orang Jawa. Mulai dari aji-aji hingga menyisipkan tokoh mitos (dalam cerita). Jadi makin keren sih. 


Kami menyebut bahwa kami belum mengerti arti byuha/wyuha. Dan ternyata kami salah dalam menerjemahkannya. Kami terjemahkan cakrabyuha/cakrawyuha ini sebagai cakra dan byuha (secara terpisah). Lalu kami artikan "cakra" seperti yang ada di Naruto. Tahukan? Semacam energi tenaga dalam? Yah.. kira-kira kami memikirkannya demikian, maka hal ini jelas tidak akan ketemu maksudnya. Jelas kami merasa bingung.

Ternyata cakrabyuha/cakrawyuha adalah nama gelar itu sendiri, seperti halnya supit urang. Hohoho. Sip. 

Sepanjang cerita untuk bagian actionnya sudah dapat, dimana dendam bertumpuk selama puluhan tahun, sifat keegoisan manusia, dan intrik-intrik yang melatarbelakanginya saling terkoneksi dan membuat cerita jadi gregetan.

Ada plot twist yang sebenarnya kehadirannya kurang signifikan dan kurang membuat efek kejut. Terkait Guru Grahita atau Rudra Narantaka. Dimana kurang greget gitu sosoknya ketika diungkapkan. Ini hanya pendapat kami.

Lalu keselurahan cerita masih sangat menyoroti kisah Gayatri dan Wirota Wiragati. Dimana sosok Raden Wijaya masih bertengger di wilayah yang tak terjangkau, dan kurang menunjukan sosok kuat khas pemimpin. 

Sosok Kebo Mundarang dan Jayakatwang di sini memerankan peran yang sangat menyebalkan, tapi senang sekali setiap kali mereka terlibat intrik dengan para bala sanggrama. 

Lalu pada series ini, banyak sekali tokoh-tokoh lain yang bermunculan. Mulai dari yang memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi, hingga ilmu melihat masa depan (awang-awung). Bahkan sosok Gajah Mada sudah diramal pada series ini, oleh seorang tokoh keagamaan (?). 


Dan kekurangan series ini, seperti yang pertama kami keluhkan, tentang sorotan terlalu banyak untuk Gayatri dan Wirota Wiragati. Sosok Raden Wijaya kurang disorot dan belum menjadi sosok sentral yang kuat dalam cerita. Sangat penting untuk menyisipkan ilustrasi dalam cerita, tapi sebenarnya sudah ada sedikit peningkatan sih, dengan menyisipkan panji-panji penghias angka penunjuk bab. Plot twist kurang greget saat mengungkapkan sosok Guru Grahita. Padahal kami menunggu plot twist tentang Guru Grahita bakal heboh dan menggegerkan.

Kelebihan dari series ini adalah intrik-intrik yang menyangga cerita sangat banyak, dan saling terkoneksi. Penggunaan ilmu-ilmu mistis semacam aji-aji, banyak diulas. Suka sekali dengan cover series novel ini yang sangat kuat dalam menggambarkan sosok Tribhuaneswari. Dan sangat on point menggambarkan keadaan saat ketiga kakak Gayatri ini menari di puncak hari trisuci waisak, menarikan tarian yang dibuat oleh Gayatri, nendra kepati (?). Sip banget sih. Dan tentunya action yang melibatkan perang secara individu maupun secara kelompok, dengan menggunakan gelar perang. Suka banget bagian actionnya.


Fyi, ternyata series ketiganya (Majapahit: Banjir Bandang dari Utara) sudah tersedia di iPusnas. Tinggal kita tunggu si bungsu, alias Surya Wilwatikta. Dan di iPusnas terdapat dua versi cover untuk series kedua (Majapahit: Bala Sanggrama). Sebenarnya novel series Majapahit ini untuk seri satu dan duanya memiliki dua ilustrasi cover yang berbeda. Jadi jangan bingung atau kaget dulu yaa ¯\_(ツ).

Oke, sekian dulu postingan dari kami. Kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Penilaian tersebut kami dasarkan dari pengalaman membaca kami.

Nantikan postingan menarik lainnya! Setiap hari Senin dan Sabtu pada pukul 09.00 WIB.

Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan ramadhan ini. Semoga segala amal ibadah pada bulan ini dapat diterima oleh sang Pencipta. Jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan. 

Jangan lupa! Ikuti kisah Sonna menemukan jodohnya di Satria Untuk Sonna: dan Petualangan Pencarian Jodoh yang Disembunyikan Tuhan. Dan kisah dari empat wanita berbagi cerita kebersamaan bersama bapaknya saat ramadhan di Ramadhan Bersama Bapak!



Semoga harimu selalu menyenangkan! Keep creative! Keep literate!



See you!
Salam kreatif

Penulis: Admin Journal Creative World 
Editor: Admin Journal Creative World












© Journal Creative World 2020

Komentar

KAMI BERHAK UNTUK:

Menghapus komentar yang tidak mendidik, merendahkan atau menistakan suatu golongan, serta pertimbangan kenyamanan publik lainnya. Kami harap setiap komentar yang muncul di blog ini ramah untuk dibaca pengguna di segala rentang usia. Mohon cerdas dalam berkomentar.

Lima Postingan Terpopuler Minggu Ini!